Celah Kebebasan Bagi Kaum Minoritas

https://www.istockphoto.com/portfolio/LaylaBird?mediatype=photography


Tidak sedikit kaum minoritas di Indonesia yang mencari cara agar hidup mereka bisa di setarakan oleh orang orang pada umumnya, Khususnya untuk kaum wanita. Emansipasi wanita merupakan hal yang penting bagi kaum wanita untuk bebas dari perbudakan dan berhak mendapatkan persamaan hak antara kaum wanita dan kaum pria dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Raden Ajeng Kartini merupakan pelopor lahirnya kesetaraan gender dan kesamaan kelas sosial di Indonesia. Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 dikota Jepara Jawa Tengah. Raden Ajeng Kartini dilahirkan dari keluarga bangsawan Jawa dan Hindia Belanda. Walaupun Raden Ajeng Kartini hanya menempuh pendidikan di ELS ( Europese Lagere School ) hingga usianya 12 tahun, dan selanjutnya ia hanya di rumah saja. karena pada masa itu tradisi jawa menggangap wanita harus tinggal di rumah saja. 

    Akan tetapi Raden Ajeng Kartini saat ini telah menjadi ikon sebagai emansipasi wanita. Semangatnya tetap membara untuk belajar lebih, dan juga dalam memperjuangkan kesetaraan dan kesamaan kelas sosial di dalam masyarakat Indonesia. Dalam latar belakang Indonesia dahulu, kaum wanita menunjukan bahwa, kaum wanita dulu masih di bawah kaum pria, dulu kaum wanita hanya diperbolehkan untuk mengurus kehidupan rumah tangganya saja, dan tidak boleh di tempatkan setara dengan kaum pria dalam hal pekerjaan dan lain lain. Hal inilah yang melatarbelakangi sosok Raden Ajeng Kartini untuk mengkampanyekan dan memperjuangan persamaan hak dan kesetaraan gender di Indonesia. Melalui tulisannya Raden Ajeng Kartini mengaungkan gagasan tersebut agar nantinya kaum wanita diluar sana turut memperjuangkan persamaan hak dan kesetaraan gender ini dan mampu mengubah pandangan masyarakat luas. 


    Persamaan hak dan kesetaraan gender sudah menjadi hak asasi semua orang. Hak untuk hidup layak, bebas dari intimidasi untuk menentukan pilhannya sendiri dan juga terhormat. Hak inilah yang harusnya diperuntukan oleh semua orang, termasuk kaum wanita dan kaum pria. Walaupun sudah di suarakan terus menerus oleh Raden Ajeng Kartini dan diikuti oleh gerakan gerakan wanita modern. Namun masih saja ada isu isu tentang persamaan hak dan kesetaraan gender ini yang masih terjadi pada zaman sekarang. Seperti contoh kesenjangan gender dalam pernikahan dini, praktik poligami yang sampai saat ini masih dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat, dalam hal rumah tangga kaum perempuan hanya boleh melakukan tugas tugas rumah tangga termasuk membesarkan anak, mendidik anak, keuangan, memasak serta keperluan lainnya. sedangkan kaum pria sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah saja, merasa itu bukanlah kewajibannya untuk mengerjakan tugas rumah tangga. Kesenjangan gender dalam dunia pekerjaan, masih adanya praktik deskriminatif dalam hal jenis kelamin, promosi serta penerimaan pegawai, ini membuat kaum wanita terfokus dalam hal kecilnya saja, umumnya pada pekerjaan yang statusnya lebih rendah dari kaum pria. Tentu saja hal ini menyebabkan tidak adanya kebebasan bagi kaum wanita dan mengancam hak hak kaum wanita. 


    Budaya partiarki masih ada di dalam tatanan masyarakat Indonesia. Meskipun sejak dulu Raden Ajeng Kartini sudah menyuarakan gagasannya tentang persamaan hak dan kesetaraan gender bagi kaum wanita, budaya partiarki ini masih terus berkembang ditengah masyarakat dan dapat di temui dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, pendidikan dan pernikahan. Hal ini di pengaruhi oleh payung hukum yang belum melindungi dan mengakomodasi berbagai permasalahan sosial tersebut. Di karenakan ranah kaum wanita tersebut masih di anggap terlalu domestik sehingga kekuatan hukum masih lemah. Selain itu sebuah mindset yang ada dalam masyarakat mengharuskan kaum pria harus lebih dominan dan kuat dari pada kaum wanita. inilah yang kenapa seolah olah ideologi partiarki ini masih terus berkembang dan mendarah daging serta sangat sulit di lepaskan dari pola pikir masyarakat Indonesia. 

    Dalam pandangan yang lain menganggap bahwa persamaan hak dan kesetaran gender ini dapat menggeser kedudukan kaum pria menjadi lebih rendah dari pada kaum wanita. padahal ini adalah bentuk persamaan dan kesetaraan saja. Banyak upaya untuk meningkatkan kesadaran kaum wanita akan isu persamaan hak dan kesetaraan gender ini, mulai dari memberikan kesempatan kaum wanita untuk “speak up “ dan memberi peluang untuk ditempatkan diberbagai bidang, melakukan pencegahan pernikahan dini yang kerap terjadi karena dapat menimpulkan kdrt, meningkatkan perlindungan kepada kaum wanita, melatih kaum wanita untuk menemukan minat dan bakatnya. Peran pemerintah saat ini masih kurang untuk menyuarakan suara kaum wanita. secara konstitusional kaum wanita mendapatkan jaminan persamaan hak dan kesetaraan, dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2 yang berbunyi 

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pemerintah seharusnya lebih melindungi dan mengakomodasi payung hukum bagi kaum wanita agar nantinya persamaan hak dan kesetaraan gender ini tidak dapat di ganggu dan di langgar lagi.


Radhinal Muchtar. Jakarta, Indonesia.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.