VIRUS YANG BERNAMA KRISIS IDENTITAS

 

https://www.pexels.com/

    Krisis identitas seakan akan sudah menjadi sebuah virus yang berbahaya dan dapat menjangkit serta menular dari generasi ke generasi. Virus ini menyerang orang-orang dengan cara membuatnya tidak percaya diri. Virus ini merenggut kebahagiaan dari orang yang berhasil di jangkitnya. Semakin virus ini bertahan lama, semakin pula virus ini dapat membuat penderitanya tidak dapat menerima dirinya dan bahkan sampai membenci dirinya sendiri.  Orang-orang yang telah terjangkit masalah ini biasanya mereka akan menutupinya dengan hal-hal yang mereka sendiri tidak ingin lakukan entah itu memakai barang-barang yang branded, melakukan hal-hal berbahaya. tujuannya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain dan eksistensi diri. Seorang psikolog Jerman Erik Erikson mengatakan bahwa pembentukan identitas merupakan salah satu konflik paling penting yang akan di hadapi oleh semua orang.


    Seperti kejadian baru-baru ini, sekelompok anak remaja membuat aksi-aksi yang sangat berbahaya hanya untuk sebuah konten. Aksi mereka sangat berbahaya karena mereka menghadang truk yang sedang melaju kencang. Tren ini semakin populer karena adanya sosial media. Tahun demi tahun semakin banyak tren-tren maut yang merebak di kalangan remaja. Di tahun 2017 ada sebuah tren yang sangat berbahaya bernama “ Skip Challege “tren ini berupa tantangan untuk menekan dada teman secara keras dan berulang-ulang, untuk membuktikan siapa yang paling kuat. Dampaknya ada beberapa remaja yang tewas karena mengalami gagal nafas dan tersumbatnya aliran oksigen ke otak. Di tahun 2020 muncul tren “self diagnose” tren ini berupa mendiagnosis sendiri kesehatan atau kondisi mentalnya, melalui sebuah artikel atau postingan di sosial media. mereka mencocokan gejala-gejala yang terjadi, kemudian mereka “memvonis” dirinya sendiri lalu di membagikan hasilnya itu ke sosial media mereka sendiri. Tindakan self diagnose ini berbahaya karena dapat memunculkan kekhawatiran serta kecemasan yang berlebih dari misdiagnose ini.


    Semua tren-tren ini tentu saja menunjukkan fenomena miris di balik kehidupan remaja. Masa remaja adalah masa dimana mereka melakukan berbagai aktifitas untuk mengembangkan jati diri mereka. Bukannya malah terjerumus ke dalam hal-hal berbahanya hanya untuk sebuah pengakuan dari orang lain dan eksistensi diri. Para remaja akan terus mencari-cari bagimana sesungguhnya identitas yang mereka miliki mulai dari mencari potensi, dan bagaimana pandangannya terhadap diri sendiri. Virus krisis identitas dikalangan remaja perlu dilakukan pengamatan secara serius, terutama para orang tua.


    Melalui fenomena ini merupakan salah satu bentuk kegagalan remaja dalam mencari identitas aslinya. Ketika mereka berhasil menemukan identitas dirinya tentu mereka akan menghindari hal-hal yang berbahaya bagi nyawanya, tapi justru sebaliknya jika mereka belum bisa menemukan identitas dirinya resiko berbahaya pun di abaikan dan di kesampingkan oleh mereka. Inilah yang mendorong mereka untuk melakukan tren-tren yang berbahaya, tujuannya mereka ingin mendapatkan sebuah pengakuan dari lingkungan baik itu perubahan emosi dan juga fisik. Sekitar melalui tren menghadang truk ini menunjukkan bahwa ada keinginan dari para remaja tersebut untuk mendapatkan sebuah pengakuan, selain itu mereka akan merasa tergugah adrenalinenya ketika mendapatkan tantangan-tantangan berbahaya.


    Adapula adanya pengertian yang salah di kalangan remaja, hal ini kemudian timbullah mispersepsi yang berbahaya, sebagai contoh mereka melihat orang-orang yang melakukan challenge menghadang truk ini tidak mengalami hal buruk, hal ini yang mendorong mereka berfikir bahwa tren tersebut tidak akan membahayakan mereka. Mereka justru merasa senang jika berhasil melakukan tren tersebut. Pengaruh dari lingkungan pergaulan juga turut menjadi faktor para remaja melakukan hal-hal berbahaya. Jika lingkungannya cenderung positif pasti akan melakukan hal-hal yang positif juga dan justru sebaliknya. Dengan embel-embel “solidaritas” remaja yang di lingkungan tersebut akan aktif  untuk mengikuti hal-hal yang sama dengan temannya lakukan.


    Menjalarnya tren-tren berbahaya yang di ikuti oleh para remaja menunjukkan bahwa krisis identitias merupakan konflik yang sangat serius. Perlu adanya perhatian khusus, orang tua harus mampu melepaskan semua beban yang tertahankan dipikiran dan diri terlebih dahulu, karena sering kali persepsi orang lain tanpa sadar mempengaruhi perilaku. Orang tua perlu menyemangati dan mendukung anaknya untuk dapat menemukan hal baru yang positif. Lambat laun energi positif dari lingkungan yang baik akan meredakan stress serta krisis identitas pada remaja.


Radhinal Muchtar. Jakarta, Indonesia.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.